1. Deskripsi Gagasan

Abad 21 adalah era digital. Terbukti 73,5% penduduk Indoensia adalah pengguna Internet aktif. Data Indonesia Milenials Report dari Idntimes, mengutip BPS (Badan Pusat Statistik) pada 2020, mencatat ada 129,3 juta adalah pekerja yang mana terdapat 63,5 juta adalah generasi millenials, dilihat latar belakang pendidikan dengan 40,5% lulusan SD, 17,8% lulusan SMP, 29% lulusan SMA, dan hanya 10% yang Sarjana.[1]

Padahal tantangan yang saat ini dihadapi bukan hanya antar warga sendiri namun persaingan global dengan warga asing, karena Indonesia tergabung dalam Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang terdiri atas 16 negara Asean dan beberapa negara di sekitarnya. RCEP memiliki tujuan progresif menghapuskan tarif dan hambatan nontarif serta memfasilitasi dan meningkatkan transparansi antarnegara anggota mulai 2022.[2]

Terdapat 3 (tiga) masalah utama yang kita alami yaitu : HDI yang masih rendah, Kompetensi pelajar yang masih rendah, dan degradasi moral.

Maka untuk mengatasi tiga masalah utama di era revolusi industri 4.0 dalam bidang pendidikan yang dilakukan secara umum oleh sekolah adalah :

  1. Penamanan karakter dan moral ajaran agama lewat kisah/sejarah
  2. Menstandarisasi Sekolah
  3. Melatih 10 skill atau ketrampilan utama abad 21

2. Analisis Gagasan

Maka analis untuk mengatasi tiga  masalah utama bangsa saat ini, maka sekolah bisa mempertimbangkan untuk melaksanakan tiga ide dan menyiapkan dua komponen pendudung, yaitu

a. Memasukkan Materi Sejarah dan Sirah Nabi

Menurut Lickona, menyadari bahwa pintar dan baik itu tidaklah sama, sejak zaman Plato masyarakat bijak telah menjadikan pendidikan moral sebagai tujuan sekolah. Mereka telah memberikan pendidikan karakter yang diberengkan dengan pendidikan intelektual, kesusilaan, dan literasi, serta etika ilmu pengetahuan. Terlebih lagi pendidikan budi pekerti adalah pondasi demokrasi, alasannya demokrasi merupakan pemerintahan yang dijalankan oleh rakyat, rakyatlah yang bertanggungjawab memastikan kekebasan dan keadilan masyarakat. Ini berarti rakyat dalam kondisi “bermoral baik” agar bisa berjalan dengan baik.

Lebih lanjut, didorong keyakinan itu maka masa-masa awal republik USA sekolah memberikan pendidikan karakter melalui kurikulum, dan teladan dari guru tentang patriotisme, kejujuran, kerja keras, hemat, dermawan, dan keberanian. Mereka terbiasa membaca kisah dan dongeng tentang kepahlawanan dan keluhuran budi.[3]

Menanamkan karakter dan moral ajaran Islam bisa melalui Sirah Nabi dan para sahabat, serta belajar sejarah atau biografi dari tokoh-tokoh muslim dunia dan tokoh-tokoh bangsa Indonesia. Sebab cara paling efektif sesuai membangun pendidikan karakter adalah melalui kisah-kisah mulia, begitu yang dibuktikan oleh para sahabat dan ulama kita.

Maka mata pelajaran Sejarah atau Sirah Nabi adalah penting diajarkan kepada calon generasi Emas. Selain itu kisah biografi para sahabat, tabiin, dan para tokoh-tokoh Islam juga perlu dimasukkan dalam kurikulum. Anak didik kita juga perlu belajar sejarah bangsanya sendiri yaitu Indonesia. Sebab sejarah itu bukan hanya tentang tanggal dan nama pelaku, tapi yang penting adalah apa yang melatarbelakangi suatu peristiwa, dan apa akibat jangka panjang dari peristiwa itu.

Sejarah menurut Ibnu Khaldun memiliki fungsi multi dan tujuan mulia. Sebab dengan sejarahlah kita mengenal kondisi bangsa-bangsa terdahulu dalam segi perilaku, karakter, moral raja-raja dan penguasa. Generasi yang ingin merefleksikan perilaku dan mengambil hikmah-hikmah positif dari pola hidup mereka sangat memerlukan referensi dari keragaman sumber informasi peristiwa yang akurat dan dapat dipercaya.

b. Menstandarisasi Sekolah

Secara umum ada lima aspek yang perlu dibenahi dalam dunia pendidikan saat ini, yaitu hardware  (fasilitas fisik),  software  (kurikulum dan sistem pembelajaran),  brainware  (guru, murid dan orangtua), netware (jaringan kerjasama), dan dataware (data murid/guru/ lulusan). Lewat standarisasi kelima aspek bisa diselesaikan. Sekolah bisa mengevaluasi untuk memilah dan memilih sesuai skala prioritas kebutuhan sesuai dengan peta jalan Indonesia Emas.

Standarisasi dibutuhkan agar mudah dalam mencapai target secara terukur dan terevaluasi. Sehingga bisa mengetahui apakah sudah memenuhi kualitas mutu secara Nasional atau Internasional.

Sekolah bisa memilih acuan standarisasi pendidikan sekolah secara bertahap dari Nasional lalu Internasional. Dimulai memilih dari satu atau dua standar Nasional yang berlaku seperti akreditasi BSNP, JSIT, dan standar pendidikan pesantren. Bila terbatas bisa menstandarisasikan fokus pada bidang-bidang tertentu seperti metode bacaan Al Qur’an, metode hafalan, atau standar pendidikan vokasional/kejuruan. Atau juga menstandarkan pada layanan seperti Standar ISO.

Bila Standar Nasional telah dipenuhi, maka bisa memulai dengan standar Internasional seperti Cambrigde Assessment atau International Baccalaureate. Untuk kompetensi belajar siswa bisa menggunakan pengukuran PISA. Maka penguatan kompetensi membaca, matematika, dan sains menjadi penting untuk bersaing dengan pelajar-pelajar di dunia.

Untuk standarisasi metode bisa mengadopsi metode pembelajaran yang berlaku International seperti STEAM (Science Technology Engineering Arts Mathematics) menjadi salah satu kunci penting dunia pendidikan menghadapi era Revolusi 4.0. STEAM bisa mendorong pengembangan ilmu sains, teknologi, teknik, dan matematika semakin kreatif.

Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Prof. Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro mengatakan STEAM merupakan cara mendidik Education 4.0 yang dengan perlu dilakukan di era Revolusi Industri 4.0.[4]

Maka sebagai sekolah Islam bisa mengembangkan sendiri dengan memasukkan satu nilai yaitu Iman sehingga menjadi I-STEAM (Iman Science Technology Engineering Arts Mathematics).

Prinsip standarisasi ini adalah untuk menjaga kualitas atau mutu lulusan yang berdaya saing. Jaminan mutu lulusan yang baik dan konsisten akan berdampak pada kelangsungan sekolah di masa depan. Secara garis besar mutu ada dua yaitu absolut dan relatif. Mutu absolut adalah capaian standar tinggi, sedangkan mutu relatif adalah standar kualitas yang diukur dengan pengingkatan kualitas layanan atau perubahan yang terjadi.[5]

Jika masih terbatas, sekolah bisa mencari informasi tentang tentang standar-standar yang berlaku Nasional atau Internasional itu sehingga terbuka wawasan para guru, yayasan, dan walimurid untuk bekerjasama meningkatkan mutu sekolah dengan melakukan adopsi atau adaptasi secara bertahap lewat studi banding, benchmarking, bisa juga dengan konsultan pendidikan. Ini peran leadership kepala sekolah dalam memilih dan memilah sesuai kebutuhan, berkomunikasi dengan lembanga-lembaga terkait, serta mengambil keputusan.[6]

c. Melatih 10 Skill Utama Abad 21

10 skill utama abad 21 yaitu Berfikir analitis dan inovatif, Pembelajar aktif dan strategis, Penyelesai masalah komplek, Berfikir kritis dan analis, Kreatif dan inisiatif, Kepemimpinan dan pemberi pengaruh sosial, Pengguna teknologi, monitoring, dan kontrol, Desain Teknologi dan programer, Tangguh dan fleksibel terhadap tekanan, Argumentatif dan ide solutif.

Sekolah memulai dari memahamkan guru tentang 10 skill utama ini, lalu diajarkan kepada siswa yang dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Ditengah keunggulan dan keterbatasan sekolah, maka sekolah melakukan analisa SWOT untuk membuat skala prioritas aspek skill yang menjadi keunggulan yang nantinya digarap dengan terkonsep hingga menjadi differensiasi sekolah. Sekolah bisa memilih dua skill prioritas yang bisa memberi dampak besar bagi sekolah. Sesuai Hukum Pareto: Formula 80/20 yang dapat diterapkan dalam seluruh sendi kehidupan Prinsip menyatakan bahwa untuk banyak kejadian, sekitar 80% daripada efeknya disebabkan oleh 20% dari penyebabnya.[7]

Skill-skill utama itu jika disederhanakan maka bisa kita ajarkan kepada anak didik dalam materi enteprenuership/kewirausahaan. Untuk itu, setiap siswa yang telah dibekali dengan keterampilan hidup (life skills) dan kewirausahaan (entrepreneurship), sehingga dapat meringankan beban keluarga dan masyarakat yang telah berat.

d. Dua Komponen Akselerasi

Dua komponen pendukung ini bisa menjadi akselerasi dari ide utama, yaitu :

a. Adanya Psikolog

Perbedaan generasi yang mencolok antara Yayasan, Guru, Walimurid, dan siswa. Karakteristik tiap generasi yang berbeda bisa menjadi masalah sendiri apabila tidak disolusikan. Setiap warga sekolah harus memiliki pemahaman psikologis tentang karakteristik generasi Z dan Alpha serta cara mengajar efektif mereka. Demikian juga harus memahami generasi X, Y atau bahkan generasi boomers.

Idealnya setiap sekolah memiliki psikolog. Apabila belum memiliki maka upgrading guru dengan seminar dan pelatihan materi psikologi. Tugas psikolog sekolah menjadi patner guru dalam memberikan bimbingan dan konseling agar proses belajar mengajar menjadi efektif efisien, menjadi patner Kepala sekolah dalam membuat keputusan terkait program kegiatan sekolah yang bisa mengintegrasikan kompetensi dan peningkatan ketrampilan abad 21.

b. Bidang Riset dan Pengembangan

Pengembangan sekolah harus direncanakan agar hasilnya juga baik. Perencanaan yang baik memiliki ciri-ciri : 1. Rencana harus mempermudah mencapai tujuan, 2. Rencana harus dibuat oleh orang-orang yang sungguh-sungguh memahami organisasi, 3. Rencana harus detail dan teliti, 4. Rencana harus ada cara pelaksanaannya, 5. Rencana harus sederhana, luwes, dan praktis, 6. Rencana harus memuat alternatif resiko.[8]

Maka disinilah peran Reserach and Development (RnD) atau Bidang Riset dan Pengembangan. Terdiri orang internal sekolah dan eksternal. Internal ini mereka orang-prang pilihan yang mengerti visi misi organisasi, mengerti budaya, dan sejarah organisasi. Eksternal adalah orang/lembaga baru yang dihadirkan dengan tujuan membawa pengetahuan untuk pengembangan sekolah.

RnD ini lebih tepat dibawah naungan Yayasan. Sebab kepentingannya luas bisa untuk antar jenjang, atau hubungan dengan lembaga dan masyarakat. Sekolah sebagai sumber data sekaligus pengguna hasil riset dan pengembangan. Namun bila ada terpaksa di sekolah, maka kepala sekolah bisa membentuk tim kecil yang terdiri dari guru untuk pengembangan sekolah pada aspek-aspek tertentu seperti kurikulum keislaman, kurikulum kewirausahaan, atau lainnya.


[1] Indonesia-millennial-report-2020-by-IDN-Research-Institute.pdf

[2] https://www.liputan6.com/bisnis/read/4115517/65-persen-pasar-indonesia-terbuka-untuk-perdagangan-bebas-mulai-2022

[3] Thomas Lickona, Pendidikan Karakter : Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik, Bandung : Nusa Media, 2013, hal. 7

[4] https://edukasi.kompas.com/read/2020/01/16/15231941/steam-metode-pengajaran-untuk-menghadapi-revolusi-industri-40?page=all

[5] Shobikhul Qisom, The Power of Principal Leadership, Surabaya : Kualita Media Tama, 2016, hal 7

[6] Ibid, 56

[7] https://id.wikipedia.org/wiki/Prinsip_Pareto

[8] Imam Gunawan dan Djum Djum Noor Benty, Managemen Pendidikan, Bandung : Alfabeta, 2017, hal.42

Kajian Sosiologi tentang teori generasi yang diciptakan oleh Karl Manheim dari Jerman pada tahun 1928 melalui tulisannya yang berjudul “The Problem of Generations” atau masalah generasi. Menurut Manheim, setiap orang secara signifikan dipengaruhi oleh suatu kejadian, pengalaman, lingkungan, perubahan sosial serta konteks sejarah yang secara aktif melibatkan mereka pada masa atau periode tertentu yang kemudian mempengaruhi cara berpikir atau cara pandang dalam melihat sesuatu serta mempengaruhi tingkah laku. Oleh karena itu seseorang yang lahir pada tahun yang sama dan mengalami suatu kejadian atau sejarah yang sama, kemungkinan besar akan memiliki karakter yang sama pula.

Menurut teori, ada 5 generasi yang terbagi di masyarakat saat ini, yaitu generasi veteran (1928-1945), baby boomers (1946-1964), gen X (1965-1980), gen Y (1981-1995), dan Gen Z atau Gen Alpha (1996-2012). Namun ada yang membedakan yaitu Gen Z (1996-2010), dan Gen Alpha (2011-2024)[1]. Istilah Gen Alpha dimuculkan oleh McCrindle tahun 2019.[2] Penulis lebih sepakat dengan pembedaan ini karena karakteristiknya memang berbeda.

Sumber data BPS (Badan Pusat Statistik) 2020 jumlah penduduk Indonesia adalah 270,203 juta. Apabila didetailkan maka jumlah penduduk sesuai generasi adalah :

Tabel 1

Penduduk Indonesia Berdasarkan Usia (dalam ribuan)

usiaLaki-LakiPerempuanTotalGenerasi
0-411 293,710 778,822.072,544.166,9
5-911 295,310 799,022.094,4
10-1411 449,810 746,122.195,967.190,9
15-1911 495,710 816,922.312,6
20-2411 632,211 050,122.682,4
25-2911 410,810 945,222.356,065.171,4
30-3411 109,110 795,521.904,5
35-3910 556,710 354,320.910,9
40-4410 014,69 928,519.943,153.712
45-499 025,68 996,918.022,5
50-547 872,47 874,015.746,4
55-596 546,36 574,513.120,935.338,3
60-645 091,75 117,810.209,5
65-693 681,53 772,67.454,0
70-742 179,12 374,94.553,9
75+2 007,52 617,04.624,54.624,5
Jumlah/ Total136 661,9133 542,0270.203,9270.203,9
Sumber : BPS, 2020

Usia pra sekolah siswa adalah sejak usia 5 tahun, lalu mulai sekolah dasar di usia 7 tahun, SMP 3 tahun, dan SMA 3 tahun maka rentang usia siswa pelajar adalah 5 s/d 19 tahun berjumlah 66,6029 juta pelajar. Kelak 15 tahun di tahun 2045 mereka memasuki generasi emas Indonesia.

Apabila dibagi berdasarkan usia generasi maka diperoleh sebagai berikut :

Tabel 2

Penduduk Indonesia Berdasarkan Generasi

 Gen Y (Milineals) Usia 25-39Gen Z Usia 10-24 Gen Alpha Usia < 10
Jumlah (dlm ribuan)65.171,467.190,944.166,9
Sumber : BPS, 2020

Bila berbicara tentang Generasi Emas Indonesia adalah berbicara dengan generasi Z dan Alphasebab mereka adalah aktor utamanya. Seperti apakah kualitas para pemuda Indonesia saat itu, dan sekali lagi para pemuda dipertanyakan kembali sudah siapkah mereka mengemban tanggung jawab mereka sebagai seorang pemuda. Sebagai aktor utamanya, generasi Z dan Alpha harus memiliki memiliki wawasan mengenai visi/cita-cita Indonesia Emas 2045 itu sendiri dan tentu kondisi saat ini dan akan datang yang akan mereka hadapi.

 Selanjutnya perlu melihat bagaimana kondisi calon generasi emas ini. Sebab menurut teori Manheim bahwa pengalaman, lingkungan, perubahan sosial serta konteks sejarah yang secara aktif melibatkan mereka pada masa atau periode tertentu mempengaruhi cara berpikir atau cara pandang dalam melihat sesuatu serta mempengaruhi tingkah laku. Maka yang perlu kita perhatikan adalah kondisi pembangunan manusia, kompetensi pelajar, dan kondisi sosial budaya saat ini.

 Salah satu cara untuk mengukur kemajuan suatu negara, tidak hanya bergantung pada indikator pertumbuhan ekonomi saja. Human Development Index (HDI) versi UNDP digunakan untuk mengukur kemajuan suatu negara berdasarkan dimensi pengembangan manusianya; manusia yang sehat dan berumur panjang, berpengetahuan, dengan taraf hidup yang tinggi.

Di Indonesia dikenal dengan Laporan Index Pembangunan Manusia (IPM) versi BPS (Badan Pusat Statistik). Rilis HDI tahun 2019, Indonesia berada di peringkat 6 ASEAN dan 111 di dunia dari 189 negara. Di kawasan Asia Tenggara dalam hal IPM Indonesia masih tertinggal dari Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Filipina. IPM sendiri terdiri dari empat indikator utama yaitu Usia Harapan Hidup (UHH), Harapan Lama Sekolah (HLS), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), dan pengeluaran per kapita yang disesuaikan pada Purchasing Power Parity (PPP).[3]

Data untuk lebih mengetahui kualitas pendidikan melalui Programme for International Student Assessment (PISA). PISA sendiri merupakan metode penilaian internasional yang menjadi indikator untuk mengukur kompetensi siswa Indonesia di tingkat global. Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) mencatat, peringkat PISA Indonesia berdasarkan survei tahun 2018 berada dalam urutan bawah. Untuk nilai kompetensi Membaca, Indonesia berada dalam peringkat 72 dari 77 negara. Untuk nilai Matematika, berada di peringkat 72 dari 78 negara. Sedangkan nilai Sains berada di peringkat 70 dari 78 negara. Nilai tersebut cenderung stagnan dalam 10 – 15 tahun terakhir.[4]

Selain itu terdapat juga degradasi moral yang melanda generasi muda. Menurut data KPAI, jumlah kasus pendidikan per tanggal 30 Mei 2018, berjumlah 161 kasus, adapun rinciannya; tawuran sebanyak 23 kasus atau 14,3 persen, kekerasan dan bullying sebanyak 36 kasus atau 22,4 persen, korban kebijakan (pungli, dikeluarkan dari sekolah, tidak boleh ikut ujian, dan putus sekolah) sebanyak 30 kasus atau 18,7 persen. (www.nasional.tempo.co 23/6/2018). Lalu Data dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) mengungkap sekitar 2 persen remaja wanita usia 15-24 tahun dan 8 persen remaja pria di rentang usia yang sama, telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Selain itu, kasus demoralisasi yang lain juga yakni LGBT yang turut membawa keresahan tersendiri bagi masyarakat khususnya orang tua. Bagaimana tidak jaringan LGBT mulai menyusupi para pelajar. Seperti yang terjadi beberapa bulan lalu di Garut ramai diperbincangkan sebuah grup LGBT di Facebook yang anggotanya pelajar SMP/SMA asal Kabupaten Garut. Berdasarkan hasil penyelidikan terdapat sekitar 2.500 orang anggota grup. (www.newsdetik.com 9/10/2018).[5]

Persoalan-persoalan krisis moral ini tidak hanya terjadi di dunia nyata, namun juga di dunia maya, terlebih lagi saat ini masuk era digital. Data dari HootSuite “Digital 2021” menunjukkan pengguna internet di Indonesia yang jumlahnya mencapai 202,6 juta jiwa atau 73,5% penduduk, tentu sebagian besarnya adalah remaja atau generasi milinial dan Z.[6]

Gambar 1

Data Pengguna Mobile dan Internet, Sumber : HootSuite, Januari 2021

Hasil Survai Microsoft tentang Digital Civility Index (DCI) untuk mengukur tingkat kesopanan digital global, hasilnya Indonesia menduduki peringkat paling bawah di kawasan Asia Tenggara. Dari total 32 negara yang disurvei pun Indonesia menduduki peringkat bawah yakni urutan ke-29. Hoaxs dan penipuan menjadi faktor tertinggi yang mempengaruhi tingkat kesopanan negara. Data dari Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) yang berkolaborasi dengan cekfakta.com, mengungkap jumlah hoaks yang tersebar di berbagai platform di Indonesia mencapai 2.024, sepanjang Januari-November. Hal ini disebabkan karena dunia maya dan nyata adalah berbeda. Orang sungkan lagi bila bertatap muka langsung namun tidak saat didunia maya, apalagi jika dengan akun anonim. Tanpa adanya beban tanggungjawab, baik moral maupun material, tentu akan mendorong seseorang untuk berani mengomunikasikan apa yang terlintas dalam hati maupun pikirannya secara spontan, tanpa harus mempertimbangkan konsekuensinya.[7]

Data-data ini mestinya membuat kita sebagai bangsa harus segera memperbaiki diri dalam pembangunan manusianya bila tidak ingin tertinggal dengan bangsa lain, dan terlebih bila ingin menjadi pemimpin dunia. Indonesia diprediksi mulai 2010 – 2035 kita akan mendapatkan “bonus demografi” yaitu percepatan pertumbuhan ekonomi akibat berubahnya struktur umur penduduk yang ditandai dengan menurunnya rasio ketergantungan (dependency ratio) penduduk non-usia kerja kepada penduduk usia kerja.[8]

Hakekat penciptaan manusia di muka bumi untuk beribadah kepada Allah. Ibadah adalah menjalankan aktivitas yang diperintahkan Allah, termasuk di dalamnya membangun bangsa dan negara dengan niat ikhlas salah satunya melalui Pendidikan.

Berdaya saing global memang penting tapi juga harus berkarakter etis dan relejius sebagai faktor penentu dalam membentuk karakter bangsa yang tangguh, berdisiplin kuat, beretos kerja kokoh, serta berdaya inovasi dan berkreativitas tinggi. Kita tidak ingin angkatan kerja produktif malah menjadi pengganguran karena daya saing yang lemah. Inilah saatnya sekolah menyiapkan Generasi Z dan alpha yang kelak akan mengisi peranan penting pada Indonesia Emas 2045.


[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Generasi_Z

[2] https://mccrindle.com.au/insights/blogarchive/why-we-named-them-gen-alpha/

[3] https://www.cnbcindonesia.com/news/20200217142358-4-138395/ipm-ri-naik-tapi-masih-kalah-sama-tetangga

[4] https://edukasi.kompas.com/read/2020/04/05/154418571/nilai-pisa-siswa-indonesia-rendah-nadiem-siapkan-5-strategi-ini?page=all

[5] https://www.portalsultra.com/milenial-generasi-narsis-krisis-moral/

[6] HootSuite data reportal 2021 digital2021 Indonesia January 2021 v 01

[7] https://tekno.kompas.com/read/2021/03/03/07000067/orang-indonesia-dikenal-ramah-mengapa-dinilai-tidak-sopan-di-dunia-maya-?page=all

[8] Kemendikbud RI, Peta Jalan Generasi Emas 2045, 2017, hal.10

Menjalankan sunnah adalah cita-cita semua muslim, namun dalam pelaksanaanya bisa berbeda. Hal ini bisa dipahami karena konteks situasi dan kondisi setiap orang berbeda. Aturan haram bisa jadi mubah pada situasi dan batas tertentu, atau sebaliknya hal yang sunah bisa jadi haram. Itulah fiqih.

Dalam membuat hukum fiqih itu bukan sembarang orang, harus sosok ulama level tertinggi bahkan tidak sendiri harus berjamaah.
Jika dulu ada ulama selevel Imam Malik, Abu Hanifah, Syafi’i, dan Ahmad yang mereka diakui ijtihadnya sebagai ulama madzhab fiqih. Kalau sekarang? Belum nemu selevel mereka.
Ijtihad ulama sekarang bisa beda, walau itu berjamaah, bahkan belum tentu juga dianut oleh muslimin kecuali sebagian.

Nah sebagian muslimin ini menganut ulama tertentu bergantung negara, organisasi, jamaah, atau unsur lainnya.

Lihat saja peristiwa Gaza ini. Berjuang melawan Penjajahan saja bisa beda pendapat lho, yang mestinya wajib bisa jadi diharamkan. Malah olahraga yang ada yang sebagian mengharamkan malah fine-fine saja, atau kecamannya tidak sekeras kepada hammas.
Mungkin dipandang Gaza dan Liga sepak bola seperti permainan, namun ini permainan nyawa seorang muslim dan tanah wakaf al Quds.

Seberapa sunnah mengeluarkan milyaran dolar untuk sepakbola dan membantu Gaza dalam konteks saat ini.
Seberapa sunnah membangun masjid al aqsha dibanding proyek-proyek mercusuar lain untuk konteks saat ini.
Kalau sunnah atau bid’ah masih debat lihat fiqih prioritas saja.

Jika fiqih mungkin saja berbeda pendapat atau prioritasnya berbeda, namun kemanusiaan pasti tidak.

alquds #savegaza #palestina #PalestineUnderAttack #IsraelTerrorist

Dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata.

تَذَاكَرْنَا وَ نَحْنُ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّهُمَا أَفْضَلُ أَمَسْجِدُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمْ بَيْتِ الْمَقْدِسِ ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صلاَةٌ فِيْ مَسْجِدِيْ أَفْضَلُ أَرْبَعِ صَلَوَاتٍ فِيْهِ وَلَنِعْمَ الْمُصَلَّى هُوَ وَلَيُوْشَكَنَّ لأَنْ يَكُوْنَ لِلرَجُلِ مِثْلُ شَطْنِ فَرَسِهِ (وَفِيْ رِوَايَةٍ “مِثْلُ قَوْسِهِ”) مِنَ الأَرْضِ حَيْثُ يُرَى مِنْهُ بَيْتُ الْمَقْدِسِ خَيْرٌ لَهُ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Kami saling bertukar pikiran tentang, mana yang lebih utama, masjid Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam atau Baitul Maqdis, sedangkan di sisi kami ada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Satu shalat di masjidku lebih utama dari empat shalat padanya, dan ia adalah tempat shalat yang baik. Dan hampir-hampir tiba masanya, seseorang memiliki tanah seukuran kekang kudanya (dalam riwayat lain : seperti busurnya) dari tempat itu terlihat Baitul Maqdis lebih baik baginya dari dunia seisinya”

[HR Ibrahim bin Thahman dalam kitab Masyikhah Ibnu Thahman, Ath-Thabrani dalam kitab Mu’jamul Ausath, dan Al-Hakim dalam kitab Al-Mustadrak, Al-Hakim berkata, “Ini adalah hadits yang shahih sanadnya, dan Al-Bukhari dan Muslim tidak mengeluarkannya. Adz-Dzahabi sepakat dengan beliau]

Begitu utamanya Masjid al Aqsha ini bersama Masjidil Haraam dan Masjid Nabawi, begitu pula sekitarnya. Dan hari ini terbukti tiba masa dimana tanah sedikit bahkan seukuran tali yang bisa melihat al Aqsha itu lebih baik dari dunia seisinya.

Jika mereka pergi maka siapa yang akan menjaga masjid al Aqsha?
Jika tidak ada yang berjuang maka siapa yang menjamin al Aqsha masih ada?
Jika semua diam maka siapa yang akan beradzan dan berteriak takbir di msjid al Aqsha?

Karena itu mereka rela berjuang melawan penjajah #terorisisrael.
Karena itu mereka rela meraih syahid daripada meninggalkan tanah wakaf kaum muslimin.

Sungguh kita telah berhutang kepada para penjuang itu.

palestina #alquds

#KamiTidakTakut

Tagar ini menjadi trading topic sejak kemarin hingga saat ini ditulis. Tagar ini seakan menjadi jawaban balik atas aksi teror bom kemarin di Jl. Thamrin kemarin yang menimbulakan 7 korban meninggal dengan 5 dari pelaku serta 31 korban luka. Memang skala bom tidaklah besar namun aksi “perang-perangan” ala koboi dijalan seakan menjadi tontonan menarik warga sekitar.

Aksi teror kali ini TIDAK BIASA, menjadikan kedai Starbuck di Skylite sebagai sasaran namun meledak diterasnya dan Pos Polisi didepan Plaza Sarinah semua dengan aksi bom bunuh diri. Lalu ada aksi koboi pakai kaos branded & jeans tanpa jenggot dan jidat hitam yang menembakkan senjata kepada “bule” dan polisi sehingga terjadi baku tembak sebelum pelakunya ditembak mati.

image

image

image

Namun teror tetaplah teror, yang disayangkan kok tidak selesai-selesai malah seperti penyakit gatal-gatal, saat gatal ya digaruk. Selalu saja aksi ini berbuntut pada kematian si pelaku sehingga tidak pernah bisa dimintai keterangan untuk inveatigasi apalagi ada pengadilan terbuka siaran live tv swasta. Belum lagi, mesti ada beriringan dengan peristiwa penting tengah terjadi setidaknya OTT KPK terhadap kader PDIP, divestasi saham Freeport, dan Pak JK yang jadi saksi dalam pengadilan Tipikor.
Kerennya adalah warga sekitar tidak takut malah menjadikan “pertempuran” itu sebagai tontonan bahkan ada yang mengais rejeki dari para penonton hingga background foto selfie.

image

image

image

image

Penduduk dunia sampai takjub dengan begitu cepatnya recovery dari aksi teror, hanya butuh 2 jam saja maka keadaan sudah jadi normal.

Sekali lagi #KamiTidakTakut menjadi bukti bahwa DNA bangsa ini adalah PEMBERANI sejak zaman perjuangan dahulu. Inilah kekuatan bangsa yang unpredictable dimata negara lain.

It’s our inner power #WeNotAfraid

Masa depan seperti suatu yang ghaib, namun bisa diprediksi bukan diramalkan.

Masa depan hadirnya adalah keniscayaan sebagai akibat yang kita kerjakan saat ini.

Dengan indikator, tabiat, dan logika yang diperhitungkan dengan akurat maka apa yang ada dimasa depan bisa tergambarkan.

 

Masa depan merupakan suatu kontinyuitas dari masa saat ini. Artinya apa yang kita lakukan saat ini akan berpengaruh pada masa depan. Maka lakukan apa yang ada saat ini dengan baik, selanjutnya menuainya dimasa depan. Ibarat padi yang ditanam dengan perawatan, pengairan, pemupukan, dan segala pemeliharaannya sesuai dengan indikator yang benar, maka akan memanen hasil yang sangat baik.

 

Memang benar bila padi dilakukan pemeliharaan seperti itu akan berhasil karena tabiat dan pengalaman yang ada menunjukkan demikian. Namun bila ingin lebih besar maka lakukan hal yang besar.

 

Apa hal besar itu? “The best way to predict your future is to create it” – Abraham Lincoln

 

Tentukan masa depanmu sendiri sejak saat ini bahkan dengan cara penuh keyakinan, semangat pantang menyerah untuk mencoba, belajar, dan bertindak yang krearif, inovatif, & out of the box.

 

Bila lahan terbatas, bukanlah menjadi halangan justru memunculkan kreatifitas dan seni nan indah. Dengan keterbatasan lahan yang ada, padipun bisa mendapatkan panen yang lebih banyak dengan teknik hidroponik atau aeroponik, atau bisa juga “sawah” ini selain padi, juga mengasilkan ikan dalam konsep aquaponik. Disamping itu sawah tidaklagi becek & kotor, tapi indah dan bercitarasa seni.

 

Mungkin gambaran masa depan bisa tidak seindah prediksi dan pikiran, atau sebaliknya bisa seperti karya sang maestro.

Sang Maesteo sesunggunya sangat mudah untuk bagi-NYA untuk merubah mid-set, proses, bahkan hasil sekalipun.

 

“Tidaklah Aku merubah suatu kaum hingga dia merubah dirinya sendiri.”

Sudahkah menciptakan masa depanmu saat ini?

RESOLUSI 2016

Tahun baru pasti akan ada TANTANGAN baru, so taklukkan tantanganmu & ciptakan adrenalin kepuasan menaklukkannya di #tahunbaru2016.

Kita dudukkan MASALAH pada tempatnya. Jadikan pengalaman 2015 untuk kebaikan, temukan solusi & melejitkan potensi.

31 Desember 2015 at http://www.facebook.com/qodrat.ar

Ada banyak hal datang menghampiri diri, disaat datang maka kita akan meresponnya, bisa dalam hal itu baik atau buruk yang menimpa kita. Mungkin ini dianggap hanya sekedar kata-kata, tapi secara psikologis ini menunjukkan mind set alam bawah sadar.

Kali ini yang akan kita bahas dalam perspektif keumuman adalah hal buruk.
Pada prinsipnya, ini bergantung dengan persepsi individu masing-masing. Katakanlah yang menimpa ini disebut mayoritas orang adalah benar-benar hal buruk.

Maka mensikapi hal buruk ini respon kita ada 2 (dua) pilihan, kita menganggap itu MASALAH atau TANTANGAN. Kedua respon itu pasti berbeda pensikapannya.

Jika itu Masalah, alam bawah sadar mempersepsikan itu masalah maka mayoritas ada beberapa pilihan dalam bertindak secara sadar atau tidak sadar, yaitu menghindari, meninggalkan, atau menghadapi dalam bingkai keterpaksaan.
Akhirnya, sebenarnya inti masalah itu belum terpecahkan bahkan berpotensi seperti bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak.

Jika itu Tantangan, alam bawah sadar akan berespon untuk melawan untuk menundukkan, melawan untuk “kenikmatan”, atau mencari alternatif lain.
Saat itu tantangan, maka secara psikis membuat diri kita akan dengan senang hati menundukkannya, bahkan bisa jadi ketagihan untuk menghadapi tantangan lain yag serupa atau naik kelas bobotnya. Kenikmatan menundukkam bisa menjadi addict untuk memcari tantangan-tantangan lain yang itu menjadi jalan alternatif.

Maka persepsi pilihan kata “tantangan atau masalah” dari hal buruk yang menimpa anda menentukan cara anda mengatasinya.

Jadi apa pilihan anda?

BERPASANGAN

23 Desember 2015 at http://www.facebook.com/qodrat.ar

Inilah realitas kehidupan. Banyak kita temui satu kondisi namun mengandung dua sisi. Masing-masing sisi memuat maknanya sendiri. Bisa berbeda, bertolak belakang, atau mungkin sepadan.

Berbeda artinya tetap satu unsur namun berbeda secara wujud & fungsinya seperti pria-wanita.
Bertolak belakang artinya masih satu unsur namun berbeda pengertiannya seperti timur-barat.
Sepadan artinya masih satu fungsi & pengertian namun punya dua wujud berbeda seperti mata uang.

“Maka telah diilhamkan keburukan dan ketaqwaan, maka bergembiralah bagi siapa yang mensucikannya dan terpuruklah bagi siapa yang mengkotorinya”” (QS.Asy Syams: 8-9)

Itulah kita, Manusia, ada dua unsur potensi yang berbeda namun dipasangkan. Kebaikan dan keburukan. Kebaikan menghadirkan pahala yang membuat kita bahagia, sebaliknya keburukan menhadirkan dosa yang membuat kesedihan.

Kemampuan manusia mengatur potensi baik dan buruk inilah menjadi seni beribadah, memunculkan dinamika yang berkembang menjadi ilmu pengetahuan, tata cara kehidupan, dan budaya.

“Manusia ada sisi buruk dan sisi baik, bukanlah diriku yang sebenarnya dengan menghilangkan sisi buruk namun diriku adalah yang mampu mengalahkan sisi buruk dan mengembangkan sisi baik” (Hulk – film)

Bagaimana mengalahkan sisi buruk? Sebagai makhluk ciptaan, maka seharusnya Sang Penciptalah yang paling tahu. Maka mari melihat risalah kitab suci yang terepresentasi nyata dalam semua sisi kehidupan kemanusiaan oleh para Nabi dan Rosul.

21 Desember 2015 at http://www.facebook.com/qodrat.ar

“Dan janganlah sekali-kali KEBENCIANMU terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahuiapa yang akan kamu kerjakan”. (QS. 5:8)

Perintah itu jika diganti “Dan janganlah sekali-kali KECINTAANMU terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa”

Sungguh suatu perintah yang dahsyat yang artinya diminta berbuat adil meski saat itu dalam kondisi PSIKIS sedang benci ataupun cinta.

Selanjutnya ada kalimat dari Mas Pram “seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan”
Kalimat ini sering dipakai kaum intelektual dalam hukum, kalimat itu mengajak agar bisa berbuat adil sejak dalam kondisi KOGNITIF. Artinya pada kondisi berfikir apapun maka berupayalah untuk bersikap realistis, normal, dan rasional. Hatters atau Lovers tidak akan mampu mencapai berfikir adil.

Dalam prakteknya berbuat adil lebih banyak menyinggung afektif karena adil sering menggunakan kata awal “rasa”, melakukan keadilan dalam berfikirpun kadang mati rasa sebab psikologis benci atau cinta ini.

Hakekat adil hanyalah Allah SWT yang bisa, manusia hanya berusaha mencapai rasa keadilan itu. Maka ukurlah norma-norma adil itu dari Tuhan karena Dia-lah Yang Maha Tahu. Mungkin ada multi tafsir, namun jika sudah diniatkan sejak awal ingin meneggakkan keadilan Tuhan, maka Insya Allah akan mudah.

Akhirnya yang paling ditunggu adalah aksi atau PSIKOMOTORIK karena AFEKTIF dan KOGNITIF tidak akan tampak. Dalam terminologi agama, niat & pikiran saja tidak terhitung dosa sampai terjadi aksi itu, namun jika kebaikan sudah mendapatkan pahala.

Maka sampai-sampai Ibn Hazm menulis “Termasuk bentuk kedzaliman terburuk adalah mengingkari orang yang sering menyakiti pada saat sesekali ia berbuat kebaikan”.
Tidak mudah memang menakar perasaan dan mengarahkan pikiran untuk meraih keadilan. Hanya kekuatan hati dan iman yang teguh saja yang mampu.

Laman Berikutnya »