Arsip untuk Juli 25th, 2007

 lanjutan 3….

A. AKHLAK ISLAM
Dalam diri kaum muslimin yang hidup pada zaman keemasan Islam akan terlihat SEMUA akhlak yang sangat mulia. Adapun pada diri muslim yang hidup setelahnya, hanya didapati sebagian seginya menonjol dan bagian yang lainnya hampir tidak terlihat eksistensinya.

Muslim pada zaman keemasan Islam terlihat sangat alim, zahid, patuh, saling menolong, menjadi dai, pemberani, jujur, bijaksana, politikus, oranisatoris, beradab dan cerdas. Adapun muslim saat ini hanya memiliki akhlak yang setengah-setengah.

Seseorang akan mendapat predikat “tentara Allah SWT” bila telah memenuhi lima akhlak yang tercantum di dalam QS. Al Mujaadilah: 22, yaitu:
1. Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.
2. Bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min
3. Bersikap keras terhadap orang-orang kafir.
4. Berjihad di jalan Allah
5. Tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.

B. KARAKTER PERTAMA: Wala (Loyalitas)
Sifat pertama adalah mengkhususkan wala ‘loyalitas’ hanya kepada Allah SWT, Rasulullah dan orang mukmin. (An-Nisaa’:138-139), (Al Maaidah: 56), (At Taubah: 71), (Al Mumtahanah: 4), (Al kahfi: 102), ( At Taubah: 16)

Dan tidak memberikan loyalitas kepada orang-orang kafir, munafiq, fasik ataupun menjadikan mereka sebagai teman karib tempat mencurahkan hati. (Al Maaidah: 51), (Al Maaidah: 57-58), (At Taubah: 23), (Ali Imran: 28)

Karakter-karakter orang munafik tercantum di (QS. 2: 11- 16), (QS. 4: 60-61), (QS.24: 27-50), (QS.9:67), (QS. 4: 140-141). Dan di dalam hadits Bukhari, sifat orang munafik ada 4, yaitu jika diberi kepercayaan dia berkhianat, jika berbicara berbohong, jika berjanji tidak ditepati dan jika bersaing akan berbuat curang. Di dalam hadits Muslim, sifat orang munafik adalah berleha-leha ketika tiba waktu shalat dan shalat dengan tergesa-gesa.

Fenomena-fenomena wala’ yang diharamkan:
1. Fenomena Pertama: Mengikat kontrak dengan orang kafir. (Al Hasyr: 11)
2. Fenomena Kedua: Membeberkan rahasia orang mukmin kepada orang kafir. ( Al
Mumtahanah: 1)
3. Fenomena Ketiga: Cinta kepada orang yang menentang Allah SWT. Al
Mujaadilah: 22)
4. Fenomena Keempat: Memilih pergaulan dengan orang kafir dan munafik. (An Nisaa:
140)
5. Fenomena Kelima: Taat. (Muhamamd: 25-26), (Al An’aam: 116), (Al Ahzab: 48), (Al
Kahfi: 28), (Ali Imran: 149-150)
6. Fenomena Keenam: Menirukan sesuatu. Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang mengikuti perilaku suatu kamu maka dia bagian dari mereka.” (HR. Ahmad)

C. KARAKTER KEDUA: MAHABBAH
Mahabbah ‘cinta’ seorang hamba kepada Allah SWT merupakan pengaruh alami yang timbul dari rasa syukur atas nikmat yang dikaruniakan Allah SWT kepadanya.

Pembahasan bagi yang ingin meniti jalan menuju cinta Allah SWT dibagi tiga, yaitu:

1. Orang-Orang Yang Dibenci Allah SWT
a. Condong pada kesesatan.
b. Menggunakan tradisi orang-orang pada zaman jahiliyah.
c. Membunuh manusia tanpa alasan yang benar.
d. Banyak gosip. (An Nisaa: 114), (Al Mujaadilah: 9)
e. Takabbur
f. Syirik (Ibrahim: 13-14)
g. Taat dan tunduk pada syetan, melakukan dosa-dosa besar dan kecil. (Ibrahim:22)
h. Dusta dan menentang ayat-ayat Allah. (Al An’aam: 157)
i. Menghukumi tanpa berlandaskan hukum Allah. (Al Maaidah: 45)
j. Berdusta/berbohong kepada Allah SWT. (Al An’aam: 21), (An Nahl: 116), (Al Baqarah: 140)
k. Melampaui batas dari ketentuan Allah (Al Baqarah: 229)
l. Mengikuti hawa nafsu dan meninggalkan syariat Allah. (Al Qashash: 50)
m. Ayat-ayat Allah diperdengarkan namun ia tidak mengingat-Nya. (Al Kahfi:57)
n. Memfitnah, merendahkan dan mengolok-olok orang muslim. (Al Hujuraat: 11)
o. Mencari-cari kesalahan dan mengghibah orang muslim. (Al Hujuurat: 12)
p. Kekufuran. (Ali Imran: 105-106). Sebab-sebab dari sebuah perpecahan:
– Meninggalkan jalan Allah lalu mengikuti jalan-jalan setan. (al-An’aam: 153)
– Tidak disatukan oleh kebenaran dan melupakan sebagian ajaran Allah. (al-Maa’dah: 14)
– Tidak adanya kejernihan akal. (Ali Imran: 152)
– Tidak adanya persatuan hati di antara mereka tidak terdapatnya sifat zuhud dunia. (al-
Anfaal: 63)

2. Orang-Orang Yang Dicintai Allah SWT
a. Orang yang berbuat al-Ihsan.
(Ali Imran: 134), (Ali Imran: 147), (Az Zumar: 17-18), (An Nisaa: 36), (al Baqarah: 8).
b. Orang yang bertaubat.
(Al Baqarah: 222), (At Taubah: 108), (Ali Imran: 135-136)
c. Orang yang menyukai kebersihan ibadah.
d. Orang yang Mengikuti Rasulullah SAW. (QS. Al Ahzab: 21).
Dengan cara:
– Selalu mengharap rahmat Allah dan hari akhirat
– Selalu berzikir kepada Allah SWT (Al-Ma’tsurah, tahlil, tahmid, istighfar, shalawat, membaca
Ali Imran pada hari Jum’at, membaca Al Qur’an)
– Meneladani sunnah Rasulullah SAW dan para sahabat. (Shiddiq, amanah, fathanah, tabligh dan seluruh perilaku Rasulullah SAW)
e. Orang-orang yang saling mencintai dan bersaudara karena Allah.
Hal-hal yang Perlu Diperhatikan.
Satu, mahabbatullah adalah sebagai berikut.
– Cinta karena Allah SWT.
– saling mengunjungi karena Allah SWT.
– Memberi harta karena Allah SWT.
Dua, mahabbah karena Allah SWT hanya dapat terwujud jika terhindar dari motivasi untuk ambisi pribadi. (Al ‘Ashr: 1-3).
Tiga, persaudaraan karena Allah SWT tidak akan berlangsung lama kecuali jika dilandasi dengan takwa dan akhlak. (Az Zukhruf: 67), (Al Isra: 53)
Empat, Persaudaraan karena Allah SWT dapat berlangsung lama hanya dengan menjaga rahasia saudaramu, tidak ghibah, serta kamu tunaikan haknya.
f. Orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur. (Ash-Shaff: 4)
g. Orang yang bertaqwa.
1. Kedudukan dan Urgensi Taqwa dalam Islam.
Satu, Allah SWT berfirman (An Nisaa’:131). Dan wasiat Allah SWT kepada seluruh umat: (Asy Syu’ara: 10-11), (Asy Syu’ara: 123-124) (Asy Syu’ara: 161) (Asy Syu’ara: 123-124), (Al Baqarah: 183), (Al Baqarah: 188), (Al Baqarah: 179), (Asy Syuara: 108).
Dua, Allah SWT menjadikan takwa sebagai ukuran dekat dan jauhnya seseorang dari-Nya. (Al Hujurat: 13).
Tiga, surga yang luasnya seluas langit dan bumi hanya untuk orang yang bertaqwa. (Al Baqarah: 212), (Al Hijr: 45), (Al qamar: 54)
Empat, Orang bertaqwa senantiasa tertindas, sebagai sebuah sunnatullah. (Muhammad: 31), (Ali Imran: 142), (At Taubah: 16), (Al Qashash: 5-6)
Lima, Orang bertaqwa akan ditolong Allah, sebagai sebuah sunnatulah. (Al Fath: 23), (Faathir: 43). Syarat-syarat datangnya pertolongan Allah:
1. Persatuan. (Al Anfaal: 46)
2. Bergantung hanya pada Allah SWT. (At Taubah: 25)
3. Mendukung dan taat pada pemimpin selama dalam kebaikan. (Ali Imran: 152)
4. Beramal hanya mengharapkan ridha Allah SWT. (Muhammad: 7), (Al Qashash: 83)
5. Hendaknya jamaah mu’min mewujudkan tujuan-tujuan umu Islam pada saat
kemenangannya. (Al Hajj: 40-41)
6. Setiap individu muslim hendaknya saling membahu. (Al Maa’idah: 54)

2. Intisari dan Hakikat Taqwa
Pertama, universalitas Islam.
Kedua, taqwa adalah sebuah naluri yang merupakan sumber dari tingkah laku.
Ketiga, Sifat-sifat orang bertaqwa di dalam Al Qur’an. (QS. 2: 1-5), (QS.2: 177), (QS. 3: 15-17), (QS.3: 133-136), (QS. Al Anbiyaa’: 48-49), (QS. Adz Dzaariyat: 16-19)

a). Definisi Pertama Orang yang bertaqwa. (QS. 2: 1-5) (Iman terhadap alam ghaib, shalat, infak, mengikuti Al Qur’an). Berikut ini sebagian fenomena dari solidaritas tanggung jawab dalam rangka menegakkan kitabullah.
1. Solidaritas keluarga. (Thaahaa: 132), (Maryam: 55), (Al Baqarah: 132), (Al Baqarah: 128).
2. Solidaritas terhadap kerabat. “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (Asy Syu’araa: 214)
3. Solidaritas terhadap negara. “Sebaik-baik jihad adalah menegakkan kalimat hak terhadap penguasa yang zalim.” (HR. Abu Dawud)
4. Solidaritas umum yang terjadi di masyarakat. (At Taubah: 71)
5. Solidaritas dalam negara. (Ali Imran: 110)

b) Definisi Kedua Orang-Orang yang Bertaqwa (Al Baqarah: 177).
(1). Memberikan harta yang dicintai kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir dan orang-orang yang meminta dan memerdekakan hamba sahaya.
(2). Dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji.
Satu, janji kepada Allah yaitu pengakuan untuk menuhankan dan beribadah. (Al A’raaf: 172)
Dua, janji komitmen secara teori dan keilmuan terhadap syariat Islam. (Al Maaidah: 7), (Al Baqarah: 285)
Tiga, janji menepati kewajiban muamalah sesama manusia.
Empat, janji baiat kepada pemimpin yang hak atau khalifah.
Lima, menepati janji kepada non muslim, baik harbi maupun dzimmi ataupun muahid. (an Nahl:91)
(3). Sabar dalam kefakiran, sabar terhadap penyakit dan musibah, sabar dalam peperangan, sabar dalam Islam dan tetap tegar memegang nilai-nilainya di saat manusia menyimpang darinya, sabar dalam kehilangan harta dan keluarga.

c) Definisi Ketiga Orang-Orang yang Bertaqwa (Ali Imran: 15-17)
– Ash-shidqu terhadap Allah SWT (Al Ahzab: 23) dan dengan lidah.
– Al Qunut. (Ali Imran: 17)
– beristighfar pada waktu sahur. (Adz Dzaariyaat: 18)

d) Definisi Keempat Orang-Orang yang Bertaqwa. (Ali Imran: 133-136)

e) Definisi Kelima dari Orang-Orang yang Bertakwa. (Al Anbiyaa: 48-49)
Satu, Takut akan azab Tuhannya. (Al Ahzab: 39), (Al A’raf: 99), (Az Zumar: 23), (Al Hasyr: 21)
Dua, Takut akan tibanya hari kiamat. (Ath-Thuur: 16-27)

f) Definisi Keenam Orang-Orang yang Bertakwa (Adz Dzaariyaat: 16-19)
Satu, memiliki ihsan.
Dua, Menyedikitkan waktu tidur malamnya.
Tiga, Shalat malam dan istighfar di waktu pagi.
Empat, Memberi kepada orang miskin.

3. Jalan untuk Mencapai Taqwa
Pada hakikatnya, takwa merupakan malakah ‘sifat yang kokoh’ dalam hati. Jika malakah bersemayam dalam hati, jasad akan menempuh jalan dan metode Allah SWT.

a) Jalan Pertama.
Membaca Kitab disertai tadabbur. (Shaad: 29), (Thahaa: 113), (Al Hajj: 46).
(1) Kadar Wirid. Waktu minimal khatam, adalah tiga hari. Batas pertengahan adalah seminggu.
(2) Etika Tilawah: Perhatikan tajwid dan bersenandung dengan pilu dan sedih.
(3) Majelis untuk Mendengarkan.
(4) Wirid hafalan

b) Jalan Kedua.
Mujahadah meraih petunjuk. (Al Ankabuut: 69), dengan cara:
(1) Iman kepada Allah (At-Taghaabun: 11) dengan cara zikir dan pikir (Ali Imran: 190-191) dan amalan zikir pikir yang paling baik adalah membaca Al Qur’an (Yaasiin: 69) dan sebaiknya dibaca pada waktu malam (Al Muzzammil: 6).
(2) Menyibukkan jiwa selamanya dengan taklif (tugas-tugas agama). Beruntunglah orang-orang yang beriman (Al Mu’minuun: 1- 9)

c) Jalan ketiga.
Berpuasa (Al Baqarah: 183-185), yaitu puasa wajib dan puasa sunnah (puasa senin dan kamis, puasa tiga hari dalam setiap bulan, puasa enam hari di bulan syawal, hari arafah, asyura serta sebelum dan setelahnya.

d) Jalan Keempat.
Ma’rifatullah (Al Baqarah: 21).
(1) Mengetahui zat-Nya, sifat-sifat-Nya, dan nama-nama-Nya.
(2) Mengenal shamadi-Nya (ketergantungan segala sesuatu pada-Nya) (Faathir: 41)
(3) Mengenal Qidam-Nya dan Baqa-Nya. Dia mustawin ‘bersemayam’ di atas arasy-Nya. (As Yuura: 11), (Al Ikhlas: 1-4)
(4) Mengenal sifat ilmu-Nya (Al An’am: 80)
(5) Mengetahui DiaMaha Memperbuat yang diinginkan (Yaasiin: 82)
(6) Mengetahui Dia Maha Mendengar dan Melihat (Luqman: 28)
(7) Mengetahui Dia Mutakallim (Maha Berbicara) (An Nisaa: 164)
(8) Mengetahui sifatnya adalah qadim azali.
(9) Mengetahui bahwa Allah bisa mencintai, bisa marah, dan membenci, bisa memberi karunia, bisa membalas dendam, dan bisa mengasihi, disa memberi sangsi.
(10) Mengetahui Allah memiliki asmaul husna. (Al A’raaf: 180)

h. Orang-Orang Yang Adil. (Al Maa’idah: 42)
Aspek-aspek keadilan yang diperintahkan
1) Adil dalam memutuskan perkara, meski terhadap orang kafir. (Al Maa’dah: 42)
2) Adil sebagai mediator berdamai. (Al Hujuurat: 9-10)
3) Adil kepada orang kafir yang dalam perjanjian damai. (Al Mumtahanah: 8)
4) Adil menetapkan hukum. (An Nisaa’: 58)
5) Adil dalam bersaksi. (An Nisaa’:135)
6) Adil dalam bermuamalah. (AL Baqarah: 282-283)

i. Orang-Orang Yang Profesional
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah menyukai hamba yang profesional.” (HR. Thabrani)
j. Orang-Orang Yang Sabar (Ali Imran: 146) dan Tawakal (Ali Imran: 159)

3. Mahabbah atau Kecintaan Manusia Terhadap Allah SWT
(‘Dan Mereka (Kaum itu) Mencintai-Nya.”)
Mahabbah (Al Baqarah: 165) adalah:
1) Kecenderungan dengan hati yang sangat meluap cintanya.
2) Mengutamakan yang dicintai.
3) Keserasian dengan yang dicinta.
4) Kesesuaian hati dengan Tuhan.
5) Menganggap banyak yang sedikit dari-Nya, dan menganggap sedikit yang banyak dari dirinya.
Esensi Mahabbah: kamu merelakan seluruh milikmu kepada yang kamu cintai, sehingga tidak ada sesuatu yang tersisa untuk dirimu.

Kita mencintai Allah, Rasulullah SAW, para nabi, para sahabat, tabi’in, dst.

D. KARAKTER KETIGA DAN KEEMPAT: BERSIKAP LEMAH LEMBUT TERHADAP ORANG-ORANG MUKMIN DAN BERSIKAP KERAS TERHADAP ORANG-ORANG KAFIR
1. Karakter Ketiga: Sikap Lemah Lembut terhadap Orang-Orang Mu’min Serta Fenomena-Fenomenanya
Sikap lemah lembut dan rendah hati terhadap orang-orang beriman merupakan dampak rahmat atau kasih sayang terhadap mereka. (At Taubah: 128), (Asy Syu’araa: 215-21), (Al Hijr: 88)

Fenomena kasih sayang terhadap orang-orang mukmin:
a. Memaafkan dan memohonkan ampun, serta bermusyawarah dengan mereka. (Ali Imran:159)
b. Tawadhu terhadap mereka.
c. Menghilangkan hal-hal yang bisa menyakiti mereka.
d. Berjumpa dengan mereka dengan senyum berseri dan berbicara dengan perkataan yang baik.
e. Meringankan kesulitan, menghilangkan kesusahan, dan menolong orang yang sangat membutuhkan pertolongan.
f. Bersikap ramah atau lemah lembut terhadap mereka.
g. Senang melakukan yang mereka senangi (berupa kebaikan)
h. Menghormati tamu, membei kegembiraan, jangan iri, jangan saling benci dan jangan tanaajusy.
i. Menegakkan hak-hak mereka
j. Tidak menakut-nakuti (mengintimidasi), tidak mendatangkan bahaya, atau menipu mereka.
k. Tidak merasa gembira karena musibah atau penderitaan yang menimpanya, dan tidak membencinya.
l. Memperhatikan urusan mereka, serta empati kepada mereka.
m. Di medan perang, kita memerangi yang menindas mereka dan memberikan bantuan kepada mereka.
n. Mendukung dan bertempur bersama mereka.
o. Membantu menghilangkan kezaliman dari mereka, jika mereka dikuasai dalam bentuk apapun. Dan memberi pelayanan kepada orang-orang beriman.

2. Karakter Keempat: Sikap Keras Terhadap Orang-Orang Kafir dan Fenomena-Fenomenanya
Dunia Islam terbagi dua kawasan: kawasan perang (darul harb) dan daerah Islam (darul Islam).
a. Di wilayah Perang (At Taubah: 123), (Muhammad: 4), (at Taubah: 29), (Al Anfaal: 39)
b. Di Wilayah Daarul Islam
Untuk kafir zimmi, mereka harus membayar jizyah dan mereka harus tunduk kepada hukum-hukum kita. Dan untuk kafir harbi yang tidak minta proteksi kita, maka darah dan hartanya halal. Jika ia kafir harbi yang meminta proteksi kita, maka hukumnya sesuai dengan hukum proteksi.

Orang-orang murtad yang harus dihukum adalah (1) orang zindiq, (2) peramal, (3) orang kafir, (4) penganut paham libertinisme, (5) munafik, (6) orang yang ingkar sebagian hal-hal yang dogmatis, (7) penyamun, (8) budak nafsu, (9) tukang sihir, (10) orang kafir yang mencela nabi.

E. KARAKTER YANG KELIMA: BERJIHAD DI JALAN ALLAH TANPA MERASA GENTAR DARI CELAAN ORANG (“MEREKA BERJIHAD DI JALAN ALLAH TANPA MERASA TAKUT CELAAN ORANG YANG MENCELA”)
Kaum komunis, kapitalis, Zionis, Freemansonry, misionaris, orang-orang salib, serta negara-negara besar dan kecil, semuanya membidikkan anak panah kepada jundullah. Akan tetapi jundullah terus berlalu dalam jihad rabbaninya, tidak gentar dengan celaan dan kecaman orang- orang yang mencela. ( Al Maa’idah: 54), (Al Ahzab: 23).

Jihad yang murni hanya dapat terwujud dengan ilmu dan amar ma’ruf nahi munkar. (Ali Imran: 110)

Lima jenis jihad yang diisyaratkan dalam Al Qur’an atau dalam sunnah (At Taubah: 122)
1. Jihad dengan Lidah (Jihad Lisani)
Pertama, tabligh dan menegakkan hujjah terhadap orang-orang kafir, munafik dan fasik. (Al Furqaan: 52), (Ali Imran: 187), (An Nahl: 125).
Kedua, memberi nasihat dan mengingatkan. (Ad Dzaariyaat: 55), (Qaf: 35)
Ketiga, mengumpat dan mencekam dnegan kata-kata yang kasar (bila dengan lemah lembut tak mempan). (Al Anbiyaa’: 67)

Catatan untuk jihad lisani.
Pertama, mulailah dengan yang terpenting baru yang penting. Akidah sebelum ibadah.
Kedua, luruskan niat karena Allah.
Ketiga, melakukan studi lapangan tentang penyimpangan.
Keempat, Perangkat dan Sarana Jihad Lisani.
a. Menerbitkan Buku-Buku Islami
b. Majalah, Surat Kabar dan Buletin
c. Pidato, Ceramah, Kuliah atau Pengajian Umum di Masjid dan di Rumah
d. Da’wah Individual, Kunjungan, Rihlah (Rekreasi), dan Pengajian (Halaqah)

2. Jihad Pendidikan dan Pengajaran (Ta’limi) (Al Maa’idah: 78-79), (At Taubah: 122)
Akhlak atau etika-etika dasar dalam memberikan pendidikan yang sehat:
a. Mengambil Al Qur’an dan sunnah (Ali Imran: 79)
b. Memahami ilmu fiqih, ilmu tauhid dan ilmu akhlak.
c. Sejarah Islam
d. Memperhatikan urusan kaum muslimin.
e. Mengetahui konspirasi musuh-musuh Islam
f. Mempelajari bahasa Arab dan ilmu-ilmu bahasa Arab.
g. Studi-studi keislaman modern.
h. Ushul yang tiga, Allah, Rasul dan Islam.

Sarana-Sarana Jihad Ta’limi
a. Kursus-kursus pendidikan yang jangka waktunya disesuaikan dengan orang-orang.
b. Pengajian-pengajian ilmiah di rumah maupun di masjid secara rutin.
c. Menelaah secara pribadi.
d. Belajar bersama antara dua orang.
e. Membuka sekolah-sekolah agama
f. Membuat kelas-kelas pengajaran umum di dalam masjid.
g. Mengadakan rihlah atau rekreasi, yang menghimpun antara ilmu, dakwah, dan amal.
h. Mengadakan acara perkemahan atau camping, yang didalamnya diadakan pemusatan latihan.
i. Menciptakan klub-klub pengetahuan keislaman.
j. Pendidikan agama di sekolah-sekolah

3. Jihad dengan Tangan dan Jiwa
Dua bentuk Jihad tangan:
1. Berjihad dengan tangan di muka bumi Islam
2. Berjihad dengan tangan di luar bumi Islam

a. Berjihad dengan Jiwa di Daarul Islam (Secara Internal)
(Al Ahzab: 60-62), (At Taubah: 73)
Orang-orang munafik, orang-orang yang punya penyakit dalam hati, dan orang-orang yang menyebarkan berita bohong, berada dalam darul Islam. Ancaman pembunuhan tersebut menunjukkan bahwa boleh melakukan jihad terhadap mereka.

Rasulullah SAW membolehkan setiap mukmin berjihad melawan mereka dengan tangan mereka. Sebagaimana juga membolehkan pada setiap mukmin memberantas kemungkaran dengan tangan.

Para fuqaha Hanafiah mengatakan bahwa setiap orang yang melihat seorang muslim berzina, maka halal baginya untuk membunuhnya.

An-Nashihi memfatwakan wajibnya membunuh setiap orang yang menyakiti atau merusak.

Menurut Syarah al-Wahbaniyah, bisa juga dengan mengasingkan pelakunya dari kampung itu, atau dengan menyerang rumah atau tempat tinggal para pelaku kekerasan.

Ibnu Abidin menjelaskan beberapa hal yang terdapat dalam konteks dalam syarahnya sbb:
Orang yang mengambil hak orang lain secara terang-terangan, perampok jalanan, semua perbuatan dosa besar(tukang sihir, pencuri, homoseksual, perampok jalanan, tabarruj (wanita berpakaian seronok)

Syaikhul Ibnu Taimiyyah dalam risalah Ahkam as-siyasah membolehkan dibunuhnya orang yang mendatangi para penguasa dengan kerusakan.

Pengarang Ihya Ulumuddin (yakni al Ghazali), seorang ulama Syafi’I, ketika berbicara tentang tingkatan ihtisab (tugas pengawasan dan pencegahan kemungkaran), mengatakan sebagai berikut.
Tingkatan kelima: mengubah kemungkaran dengan tangan. Etikanya ada dua yaitu, pertama, tidak turun langsung selama ia mampu melimpahkannya kepada petugas dan kedua, membatasi yang perlu.
Tingkatan keenam: mengancam dan menggertak.
Tingkatan ketujuh: memukul langsung dengan tangan dan kaki, tanpa penghunusan senjata.
Tingkatan kedelapan: jika tidak mengalahkan orang itu sendiri, ia membutuhkan bantuan orang-orang yang bersenjata.

Imam yang hak adalah imam yang konsisten terhadap hukum-hukum Islam dalam dirinya dan menerapkan kepada umat kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.

b. Berjihad dengan Tangan dan Jiwa dalam Peperangan
Jihad ini diterangkan secara rinci dalam buku serial al-Asas fil-Manhaj. Kaidah-kaidahnya sbb:
1. Orang-orang muslim bertugas menaklukkan dunia secara keseluruhan terhadap hukum Allah.
2. Sesuatu yang “wajib” tidak sempurna, maka ia juga wajib hukumnya.
3. Penaklukan dengan persatuan umat Islam untuk mendirikan kekhalifahan. Caranya, dengan wajib berjihad.
4. Wajib mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan bagi gerakan penaklukan dunia.
5. Fardhu ‘ain berjihad dengan jiwa di setiap wilayah islam yang diserang maupun di wilayah tetangga yang berdekatan.
6. Wajib memanfaatkan cakrawala da’wah karena jalan untuk menaklukan dunia pada kekuasaan Allah sangat panjang.

4. Jihad Politik
Jenis-jenis pemerintahan ada tiga, yaitu sbb:
a. Pemerintahan Islam yang Adil
Kita wajib tunduk dan patuh, setia dan memeliharanya.

b. Pemerintahan Islam yang Zalim
Kewajiban kita terhadapnya adalah menasihati dan meluruskannya.

c. Pemerintahan yang Kafir
Dalam pemerintahan ini, kita mempunyai banyak kewajiban. (At Taubah: 73)

Beberapa bentuk jihad yang termasuk dalam jenis pemerintahan.
a. Jihad Politik dalam Negara Islam yang Adil
Pemerintahan Islam yang adil adalah pemerintahan yang para pemimpin dan aparatnya adalah orang-orang muslim yang konsisten dengan Islam. Yaitu suatu model pemerintahan yang dimaksud dalam QS. Al Hajj: 41. Dalam pemerintahan ini kita wajib memberi nasihat dan bersahabat, memberi loyalitas dan berkorban (An Nisaa’: 59)

b. Jihad Politik dalam Negara Islam yang Menyimpang
Apabila amir dan pemerintahannya masih tetap mengakui Allah dalam kekuasaan-Nya dan tidak mengakui syariat lain selain syariat-Nya, maka mereka adalah orang yang fasik. Batas yang memisahkan kita dengan mereka adalah shalat. Jika mereka masih konsisten dengan shalat, kita tidak memeranginya.
Jika kita tidak mampu memecat dengan cara damai, dan ia melaksanakan shalat, maka sistem jihad poltik kita sbb:
1. Kita setia terhadap mereka, dengan cara menasihati mereka. Bila tidak, pasif terhadap mereka dari segi pergaulan dan keakraban.
2. Melakukan protes, nasihat dan kritik.
3. Mengawasi aparatur negara
4. Proaktif dalam jihad lisani dan jihad ta’limi, membentuk opini umum syariat Islam.
5. Pengaturan gerakan jihad tangan untuk mencegah kemungkaran, tanpa harus berkonfrontasi dengan pemerintah.
6. Menanjak sedikit demi sedikit ke arah Islam, sampai membawa pemerintahan mereka kembali kepada keadilan yang sempurna.

c. Jihad Politik dalam Negara Kuffar
Saat muslim tinggal dalam darul Islam yang diperintah orang-orang kafir, maka muslim wajib berperang untuk mencopot rezim kafir. Bila tidak mampu, muslim harus mempersiapkan jalan-jalan untuk bisa lepas.

Aspek-aspek ijtihad yang keliru:
1. Pendapat bahwa wajib mendirikan lembaga-lembaga sosial namun melarang anggotanya terlibat dalam aktiitas keislaman, seperti aktivitas politik.
Bantahan: (Al Hujuurat: 10), (Al Maaidah: 2)

2. Perkumpulan yang anggotanya terisolasi dari kaum muslimin.
Bantahan: Hal ini dapat memecah belah sehingga terjadilah sepuluh ulama, sepuluh tubuh.

3. Tidak turut campur urusan politik.
Bantahan: Bila kita bermukim di sebuah negara yang belum berdiri pemerintahan Islam maka diwajibkan atas setiap muslim secara fardhu ‘ain untuk berusaha menegakkannya dan perlunya partai politik Islam yang berdasarkan akidah Islamiyah.

4. Kaum muslimin harus mempunyai blok-blok atau kubu-kubu politik yang memiliki pemikiran yang jelas.
Bantahan:
a. Hukum-hukum Islam sebagian jelas dan sebagian tidak bisa dicapai kecuali dengan ijtihad. Ijtihad hanya bisa dilakukan oleh orang yang memiliki kriteria.
b. Dalam masalah khilafiyah, seseorang tidak boleh memaksakan pada umat secara keseluruhan untuk mengambil salah satu pendapat, kecuali khalifah.
c. Bukan hak seseorang atau kelompok untuk mengadopsi suatu pendapat karena dapat menimbulkan perpecahan umat.

5. Sudut pandang yang mengakui adanya multifraksi Islam.
Bantahan:
a. (An Nisaa’: 103)
b. Pengelompokan dapat menimbulkan ketidaksempurnaan dari berbagai aspek dan harus ada kepemimpinan yang satu.

6. Sudut pandang bahwa kita kini ada dalam era Makkiyah, sehingga tanpa fase jihad dan pergolakan.
Bantahan:
Era Makkiyah adalah fase yang paling keras dan pergolakan. Dan Islam kini telah lengkap dan sempurna sehingga wajib melaksanakan Islam secara utuh.

7.
a. Sudut pandang negatif bahwa kaum muslimin sedang krisis kepemimpinan sehingga kita tidak usah bekerja dan berusaha.
Bantahan:”Jika mereka bertiga, maka hendaklah salah seorang dari mereka diangkat menjadi pemimpin.” (HR. Abu Dawud). Jadi kepemimpinan akan selalu ada.
b. Islam telah terpuruk jadi kita kini cukup beribadah dan akidah saja.
Bantahan: Islam adalah akidah, ibadah dan metode hidup. Dan hadits dari Rasulullah SAW akan datangnya kekhalifahan kembali. Maka setiap generasi muslim wajib berjihad sampai Islam tegak.
c. Sudut pandang frustasi dan putus asa, mereka menyerah dan melupakan firman Allah (Ar Ra’d: 11), (Muhammad: 4), (Muhammad:31), (Ail Imran: 160), (Ali Imran: 140)

Bukanlah pengabdian pada tanah air semata yang menjadi tujuan, melainkan pengabdian pada Islam dalam tanah air adalah yang menjadi tujuan. Seseorang yang mengabdi pada Islam, ia juga telah mengabdi pada negara dan tanah air.

Kita tidak boleh menutupi keislaman kita, di saat kita mampu menampakkannya.

5. Jihad Harta
Jihad Ta’limi, jihad lisani, jihad dengan tangan, jihad politik, semuanya membutuhkan jihad harta. (At Taubah: 111)

Kesanggupan orang-orang muslim itu bertingkat-tingkat. Di antara mereka ada yang hanya sanggup berjihad dengan hartanya, ada yang mampu berjihad dengan jiwanya, ada yang sanggup dengan ilmunya, ada yang sanggup hanya dengan lidahnya, ada yang sanggup berjihad secara politik dan ada yang sanggup melakukan semua jihad.

SARAN-SARAN
1. Agar umat Islam mempelajari buku ini dengan pelajaran yang berkesinambungan dalam suatu kursus pelatihan dalam jangka waktu tertentu. Ilmu, realisasi dan amal.
2. Setiap kelompok dari kalangan kaum muslimin mengadakan muktamar secara rutin dan disepakati program gerakan jihad dalam jangka waktu. Gerakan jihad lisani, ta’limi, jihad dengan tangan, jihad politik dan jihad harta.

Kelima sifat jundullah ini akan memegang solusi problematika umat Islam secara keseluruhan. Di antaranya problema berdirinya negara Yahudi di Palestina. Janji Allah tercantum di QS. Al Israa’: 4-8, dan ini menjadi bagian dari tugas yang harus dikerjakan oleh hizbullah.